Sebuah insiden bentrok yang melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Batalyon Arhanud 11/Wira Bhuana Yudha (WBY) dan organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila (PP) dilaporkan terjadi di Desa Sei Gelugur, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Peristiwa yang terjadi pada Kamis (16/5/2024) sore ini sontak menimbulkan ketegangan dan menjadi sorotan publik. Pihak berwenang bergerak cepat untuk meredam situasi dan melakukan investigasi mendalam terkait penyebab terjadinya bentrokan tersebut.
Informasi awal yang dihimpun menyebutkan bahwa bentrok TNI terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. Pemicu utama kericuhan diduga kuat adalah masalah sengketa lahan. Akibat insiden ini, sejumlah anggota ormas PP mengalami luka-luka dan situasi sempat memanas. Bahkan, informasi yang beredar menyebutkan adanya aksi pembakaran terhadap posko ormas PP.
Menyikapi kejadian ini, pihak TNI dari Kodam I/Bukit Barisan bergerak cepat untuk mengendalikan situasi dan mencegah terjadinya eskalasi konflik yang lebih luas. Sebanyak 40 anggota TNI dari Batalyon Arhanud 11/WBY dilaporkan telah diamankan dan tengah menjalani pemeriksaan intensif di Denpom I/3 Lubuk Pakam. Langkah ini diambil untuk mengumpulkan informasi yang akurat dan menentukan langkah hukum selanjutnya jika ditemukan adanya pelanggaran.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I/BB, Kolonel Rico J Siagian, membenarkan adanya insiden tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Ia menegaskan bahwa TNI tidak akan mentolerir tindakan anggotanya yang melanggar hukum. Transparansi dalam memberikan informasi kepada publik sangat penting untuk meredam spekulasi dan menjaga kepercayaan masyarakat.
Pihak kepolisian dari Polresta Deli Serdang juga turut melakukan pengamanan di lokasi kejadian dan memproses laporan dari pihak ormas PP yang menjadi korban. Proses hukum yang adil dan transparan akan menjadi kunci untuk menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas.
Masyarakat Deli Serdang tentu berharap situasi ini dapat segera kondusif dan tidak terulang kembali di masa mendatang. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kondusivitas dan menghindari segala bentuk tindakan yang dapat memicu konflik antar kelompok, terutama yang melibatkan aparat negara dan organisasi masyarakat.